Pages

Minggu, 28 Juli 2013

cerita jogja : penjaga gunung merapi Dijaga Ki Juru Taman/Kiai Sapujagad

KETENANGAN warga lereng Gunung Merapi menghadapi letusan bukanlah tanpa sebab. Bahkan ketika orang-orang sudah mulai meminta mereka untuk segera mengungsi, masih ada saja yang bertahan. Di Kaliadem, Kinahrejo misalnya, warga masih menjalankan aktivitas seperti biasa. Mencari rumput dan dahan-dahan untuk pakan ternak tetap dijalani kendati sering terdengar gemuruh dari puncak.

''Merapi itu baik kok, yang sering berbuat tidak baik itu kan malah orang-orang yang datang ke sini,'' ujar Mbah Maridjan, juru kunci Merapi.
Kepercayaan masyarakat tidak bisa lepas dari keyakinan cerita mistik yang melingkupi Merapi. Konon kabarnya, dalam mitos yang selama ini diyakini, ada hubungan antara Merapi, Keraton Yogyakarta dan Laut Selatan. Ada poros tersendiri yang menghubungkan ketiganya, masing-masing dengan mitosnya.
Warga meyakini, Gunung Merapi dijagai oleh Kiai Sapujagad sebagai patih yang memang ditugaskan oleh keraton pada masa Panembahan Senopati. Sebenarnya semula Kiai Sapujagad bernama Ki Juru Taman. Karena ''melanggar'' titah Panembahan Senopati, akhirnya dia diminta berdiam di Merapi.
''Kabarnya gunung ini merupakan tempat makhluk halus berada. Tidak hanya satu-dua makhluk yang berdiam di sini, tapi memang pusatnya,'' ujar Udin, warga setempat dengan mimik serius.
Namun makhluk halus yang ada di situ tidaklah jahat kalau tidak diganggu. Sayangnya banyak pendatang, pengunjung yang sering usil sehingga membuat penghuni marah. Misalnya, mengeluarkan kata-kata kotor, membuang kotoran di sembarang tempat dan melakukan hubungan tidak senonoh.
Melanggar ketentuan tersebut, dipercaya bakal mendatangkan petaka. Kabarnya, pernah ada seorang pengunjung misuh-misuh, akibatnya mulut menjadi perot, dan baru sembuh ketika meminta bantuan orang pintar untuk memintakan maaf pada penunggu.
Mbah Maridjan sendiri kepada setiap pendaki yang singgah di rumahnya selalu mewanti-wanti agar tidak melanggar ketentuan. Dia tidak mengatakan akibatnya, tetapi selalu menegaskan, ''Jangan sekali-sekali melanggar aturan turun-temurun tersebut.''
Raksasa
Cerita penjaga gunung, Kiai Sapujagad, beredar dari mulut ke mulut sejak generasi para leluhur. Konon, Kiai Sapujagad alias Ki Juru Taman telah memakan telur pemberian Panembahan Senopati. Padahal Senopati sudah meminta agar telur tersebut jangan dimakan tapi disimpan saja.
Ki Juru Taman malah memakannya dan dia berubah wujud menjadi manusia raksasa yang sangat mengerikan. Perubahan tidak terduga itu membuat Panembahan Senopati mengambil sikap sebaiknya Ki Juru Taman tidak tinggal di Keraton. Dia diminta pergi saja ke Gunung Merapi dan diberi tugas menjaganya dengan tugas sebagai patih keraton Merapi dengan nama baru Kiai Sapujagad. Adanya penunggu ini diyakini masyarakat setempat tidak akan terjadi apa-apa asal si penunggu juga tidak diganggu.
Berbagai kegiatan tradisional dilakukan untuk menghormati sekaligus menjaga hubungan baik dengan poros Merapi-Keraton Yogyakarta-Laut Selatan.
Salah satunya, pada bulan Suro, masyarakat melakukan labuhan, yakni memberikan sesaji di puncak gunung disertai doa-doa kepada Tuhan agar selalu memberi keselamatan dan rezeki.
Masih ada pula kegiatan tradisi lain, seperti sedekah gunung, selamatan desa, selamatan ternak. Semua aktivitas tersebut dilakukan dengan tujuan agar masyarakat di sana diberi kemakmuran, terhindar dari bahaya, terutama kemarahan Gunung Merapi.
Ketika Merapi akan memuntahkan lahar kali ini, masyarakat setempat juga sudah melakukan berbagai kegiatan. Mulai dari memasang ketupat dari janur, diisi garam lantas dibungkus daun sirih. Benda yang diyakini penolak bencana tersebut dipasang di pintu rumah. Kabarnya, pembuatan tolak bala itu atas permintaan orang keraton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar